Sabtu, 25 Maret 2017

XPDC Panca Buana



      SEJARAH DAN BUDAYA DUSUN SILIT
               -       BUDAYA MOYANG   -
                    By “Panca Buana”(XIV)
Di pedalaman Kalimantan Barat khususnya di kecamatan sepauk di daerah kayu lapis kilometer 62  terdapat sebuah kampung yang dimana penduduk lokalnya adalah suku dayak seberuang . Kampung ini dipimpin oleh seorang Ketua adat ( kepala suku) yang bernama Remang. Bapak remang adalah ketua kampung pertama yang priode jabatannya pada tahun 1979 sampai tahun 1982. Setelah beliau wafat kemudian dipilihlah kembali pemimpin kampong, dan terpilihlah Damianus Alwin sebagai kepala kampung. Namun pada saat priode jabatannya tepatnya pada tahun 1982 kampung ini berubah menjadi sebuah desa yang dikenal sebagai desa Nanga Pari. Beriring degan perkembangan penduduk kampong ini dipecah menjadi 3 dusun, salah satunya dusun silit ini.
Saat  berubah menjadi  sebuah desa dan terbentuk dusun silit maka tidak diterapkan lagi system kepala kampung, namun digantikan oleh seorang kepala dusun. Berikut nama-nama kepala dusun silit :
1.      Damianuas alwin
2.      Af barito
3.      F.suti
4.      Nobertus Edison
5.      Longsianus
6.      inus
Di daerah dusun silit kaya akan potensi alamnya, karena di daerah ini terdapat gugusan bukit-bukit yang menjulang tinggi. Melalui kekayaan alam yang melimpah masyarakat dusun silit dapat hidup terkecukupan. Mereka memanfaatkan hasil alam dan senantiasa selalu menjaga keutuhan alam yang ada di daerah nya. Berikut diantaranya nama-nama perbukitan yang ada didaerah dusun silit :
·         Bukit buluh
Bukit buluh adalah bukit terrendah dari keempat bukit lainnya yang dapat kita jumpai. Dipuncak bukit buluh terdapat saka empat (simpang empat)  yang menghubungkan  bukit satu dengan bukit lainnya. Konon dibukit buluh ini terdapat banyak sekali buluh ( bambu ) yang tumbuh , namun pada saat ini populasi bambunya sudah berkurang. Nama bukit buluh ini diberikan oleh nenek moyang mereka yang secara turun temurun diwariskan kepada masyarakat dusun silit.  Disepanjang perjalanan menuju bukit, dapat banyak kita jumpai pohon-pohon jenis Agatis ( dammar ) yang kokoh menjulang tinggi.
·         bukit lumut
Bukit lumut dengan ketinggian 1246 MDPL,  bukit ini ditumbuhi banyak sekali lumut. Dengan ketinggian dan suhunya ini mungkin dapat menyebabkan tumbuh suburnya lumut. Lumut yang tumbuh sangatlah tebal, oleh karena itu bukit ini dinamai bukit lumut. Di daerah bukit lumut ini terdapat jejek -jejak peninggalan jalur badak Kalimantan barat. Jejaknya berupa parit parit yang kedalamannya mencapai 2 meter dan lebarnya kurang lebih 1 meter.  Hal ini yang sampai sekarang menjadikan misteri badak Kalimantan.
·         Bukit parit
Diantara kempat bukit yang kami daki, bukit ini lah yang paling tinggi. Ketinggian bukit ini mencapai 1587MDPL. dibukit ini terdapat jejek- jejak peninggalan badak  oleh karena itu bukit ini dinamai bukit parit Kalimantan.
·         bukit berangin.
Bukit ini adalah bukit tertinggi kedua dari ke empat bukit yang kami daki. Ketinggian bukit ini mencapai 1462 MDPL. Asal-usul nama bukit ini dahulunya banyak ditumbuhi kayu beringin  namun banyak masyarakat yang menyebutnya bukit berangin.
Salah satu masalah yang dapat dijumpai dalam mendaki bukit khususnya di Kalimantan Barat yaitu banyaknya pacet. Pacet adalah hewan penghisap darah yang dimana mereka dapat ditemukan di antara serasah dan juga biasanya mereka menempel di dedaunan. Terdapat banyak jenis pacat, ketika tergigit oleh pacat biasanya terasa sakit ada pula yang tidak terasa sakitnya. Menurut masyarakat pacet akan mati jika diolesi oleh tembakau tepek ataupun disemprot baygon.
Karena dihitung- hitung bukit ini masih satu kawasan yang sangat dijaga maka masih banyak jenis hewan-hewan langka yang dapat dijumpai di daerah tersebut . Burung enggang dan orang hutan merupakan hewan yang sangat terancam kepunahannya di kalimantan ini sendiri , namun Burung enggang dan orang hutan masih sering diburu masyarakat setempat untuk diambil kepala ataupun bulu bulunya. Selain itu terdapat juga jenis-jenis hewan seperti babi hutan, trenggiling, rusa serta burung belayau. Hewan hewan ini dapat banyak kita jumpai pada saat musim buah dihutan tiba.




-          Budaya moyang   -
Unsure budaya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dusun silit. Budaya yang kental akan keunikan suku dayak seberuang
Salah satu budaya yang masih dapat kita jumpai saat ini ialah
Ø  Ladang berpindah
Masyarakat dusun silit menerapkan unsure budaya berladang yang berpindah - pindah, namun untuk saat ini sudah tidak dianjurkan lagi karena lama kelamaan akan merusak system hutan yang mereka jaga.

Ø  Gawai panen
Gawai panen diadakan saat panen sudah mulai dilakukan , biasanya saat panen tiba masyarakat secara gotong royong membantu memanen padi tersebut. Gawai ini tidak dilakukan secara seretak namun diadakan secara pribadi.

Ø  Gawai penyadi
Gawai penyadi adalah gawai yang dilakukan saat adanya pernikahan. Umumnya masyarakat dusun silit saat menikah mereka mengenakan pakaiyan adat lama. Namun tidak jarang juga yang sudah memakai pakayan pengantin masa kini.


Kebiasaan masyarakat
Salah satu kebiasaan masyarakat dusun silit adalah berburu. Berburu dilakukan dihutan secara individu ataupun berkelompok. Biasanya  saat berburu mereka  membawa anjing untuk teman berburu. Masyarakat berburu menggunakan senapan lantak ataupun boman juga menggunakan tombak dan parang. Pada saat berburu biasanya mereka membawa perbekalan untuk makan serta perlengkapan untuk tidur.
Terdapat cerita yang dipercaya oleh masyarakat dusun silit, jika mereka masuk kehutan dan merasakan kegelisahan atau kengerian mereka menyebut seperti mantra atau baca bacaan ‘ bubuh mentri paluh, pimpin putrid nyalin, kita sama anak mensia’ .  Berikut kisah atau kepercayaan dibalik mantra ini.
’’ Pada jaman dahulu ada seorang pemuda yang bernama paloh bubuh berburu dihutan. Saat  berburu ia menemukan keanehan yang janggal dihatinya , ia menebas seutas akar yang menghalangi jalannya,  entah kenapa setelah ditebas putus akar itu kembali menyatu seperti sebelumnya, hal itu pun terjadi berulang-ulang hal itu membuat  paloh bubuh penasaran dan kemudian ia meminum air tebasan akar tersebut serta meminumkannya kepada anjingnya. Kemuduian ia menebas putus kepala anjing yang dibawanya, tidak berapa lama kepala anjing itu menyambung kembali. Dan ia lakukan terus menerus tetap saja kepala anjing tersebut mennyambug lagi. Dengan kejadian seperti itu ia pun semakin penasaran . paloh bubuh dengan nekat ia menebas kepalanya sendiri  namun sialnya kepalanya  jatuh kelubang yang dalam dan tak biasa diambil lagi. Paloh bubuh merasa kebingungan, ia pun menemukan akal yang tidak masuk diakal ,  ia menebas kepala anjing dan menyambungkan ke badannya sendiri. Dan jadilah ia manusia yang  berkepala anjing. Hal ini oleh masyarakat dipercayai dan kini menjadi seperti hantu. Jika mereka merasakan kegelisahan didalam hutan mereka menyebutkan mantra tersebut agar tidak diganggu oleh mahluk mahluk halus yang tidak kasat mata. Itulah cerita dibalik adanya mantra tersebut. (Sumber kepala dusun bp Inus) ’’
Sebagian masyarakat biasanya masih memanfaatkan obat-obatan tradisional dari akar- akaran maupun tumbuhan lain. Masyarakat dusun silit juga biasanya nginang ( sugi )  hal biasanya ini dilakukan oleh ibu-ibu yang sudah lanjut usia. Terdapat pula rokok dari daun niapah yang sudah dijemur kerig. Biasanya sebagai tembakaunya  mereka meracik sendiri karena beberapa penduduk juga masih menanam daun tembakau.
Komuditi pangan dari dusun silit ini mempunyai fase musiman. Penghasilan dapat diperoleh dari padi, jengkol dan tengkawang. Untuk tengkawang mereka mengumpulkan dari hutan hutan yang kemudian dijual kepengepul. Pada jaman moyang mereka masih sering memproduksi minyak dari tengkawang yang dibuat sendiri dan digunakan sendiri tidak untuk diperjual belikan.

Senjata
Senjata adalah merupakan salah satu seni dari suku suku yang ada di Indonesia. Adapun senjata yang masih ada di dusun ini ialah
1.      parang
parang sering dibawa untuk pergi berburu maupun pergi berladang. Di setiap parang terdapat anak parang ( lungok ) yang terselip di sarung parang. Fungsi lungok adalah sebagai pisau belati yang siap mengkuliti hasil buruan.

2.      Mandau
3.      Keris
4.      Sumpit
5.      Tombak


-          Mengupas jejak badak Kalimantan di perbukitan dusun silit   -
Menurut cerita warga pada jaman dahulu khususnya sebelum  tahun 1975 nenek moyang mereka masih sering menjumpai badak Kalimantan ini. Namun pada saat 1975 badak ini sudah sulit dijumpai atau hilang  hanya  meninggalkan bekas bekas jejak badak saja . Adanya badak Kalimantan ini di perkuatkan oleh bukti bukti jejek badak serta tulang belulang yang masih dijaga oleh masyarakat dusun silit, juga terdapat pula jejak jejak badak yang menyerupai parit parit bekas badak berjalan.
Badak pada saat itu masih banyak dijumpai sehingga memungkinkan untuk masyarakat memburunya. Ada ritual atau cara khusus jika mendapatkan buruan seekor badak. Setelah tertembak  mati badak tidak langsung dibawa pulang namun tubuh badak harus ditindih kayu baru kemudian ditinggalkan sejenak . Pemburu kembali kedusun dan memanggil seorang saudaranya untuk membantunya membawa hasil buruannya. kemudian baru dibawa pulang . Tulang belulang badak ini harus dibagikan kepada sanak saudara si pemburu.
Menurut cerita masyarakat badak ini memakan buah-Buahan serta dedaunan muda. Konon badak Kalimantan ini adalah badak goib dimana yang menjumpainya hanya orang-orang tertentu saja. Konon kepercayaan penduduk setempat darah badak menstruasi dapat  menyembukan penyakit penyakit. Namun hal itu tergantung kepada diri sendiri mempercayanya  atau tidak.
– Sumber Informasi Warga Dusun Silit -

Kamis, 14 November 2013

Taman Wisata Alam (TWA) Baning Sintang

                                                        Peta Kawasan Hutan Wisata Baning Sintang

A.    Sejarah Penunjukan Kawasan
Penunjukan kawasan ini pertama kali adalah sebagai Hutan  Lindung dengan luas 315 Ha, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sintang No. EKON 07/AA-II/1975 tanggal 1 Juni 1975, tentang penutupan jalan Baning dan jalan Kelam sejauh 2 km. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 129/Kpts-II/1990 kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan Hutaan Wisata dengan luas 315 Ha. Dengan banyaknya penyerobotan lahan maka berdasarkan hasil rekontruksi tatabatas tahun 1992 yang dilakukan oleh Sub BIPHUT Sintang dengan Sub Seksi KSDA Sintang, luas kawasan Hutan Wisata Baning berubah menjadi 213 Ha.

B.     Letak Kawasan
Taman Wisata Alam Baning merupakan suatu kawasan pelestarian alam yang terletak di pusat kota Sintang. Secara administrasi pemerintah masuk wilayah Kabupaten Sintang. Batas Hutan Wisata Baning jika dilihat dari pembagian wilayah adalah sebagai berikut:
1.      Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tanjungpuri Kecamatan Sintang.
2.      Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Ana
3.      Sebelah Timur Berbatasan dengan Kelurahan Kapuas Kanan Hulu Kecamatan Sintang,
4.      Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Terentung Kecamatan Sintang.

C.     Keadaan Fisik Kawasan
Kawasan ini mempunyai topografi datar dengan tipe ekosistem Hutan rawa gambut yang selalu tergenang hampir sepanjang sepanjang tahun. Keberadaan kawasan selain untuk pelestarian jenis tumbuhan dan ekosistemnya juga diharapkan dapat berperan sebagai paru-paru kota Sintang Menurut Schmidt & Ferguson wilayah ini masuk dalam klasifikasi tipe iklim A dengan curah hujan yang tinggi. Potensi wilayah ini antara lain berbagai jenis flora dan faunanya yang menarik, lokasi wilayahnya yang khas dan mempunyai potensi sebagai ajang wisata alam melihat lokasinya yang dekat dengan kota Sintang.




D.    Potensi Flora-Fauna
Di TWA Baning terdapat jenis mamalia kelasi (Prebytis rubicund), trenggiling (Manis javanica), beberapa jenis tupai dan jenis burung. Untuk jenis flora, TWA Baning memiliki beberapa jenis pohon lindung, antara lain : Ramin (Gonystylus bacanus), Jelutung (Dyera Costulata) dan terdapat 5 jenis Kantong Semar (Nepenthes spp).

                                                              kelasi (Prebytis rubicund)

                                                         Kantong Semar (Nepenthes spp).

                                                             trenggiling (Manis javanica)

                                                              Jelutung (Dyera Costulata)




E.     Permasalahan dan Isu strategis di TWA Baning
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah serta isu-isu strategis dalam pengelolaan kawasan yang dilakukan di TWA Baning, maka ditemukan berbagai permasalahan pokok dlam pengelolaannya, antara lain:
1.      Penetapan Kawasan
2.      Konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
3.      Perlindungan kawasan
4.      Peran masyarakat dalam pengelolaan kawasan
5.      Penguatan Kelembagaan
6.      Pemanfaatan wisata alam
7.      Penanggulangan kebakaran
8.      Koordinasi lintas sektoral dan sosialisasi fungsi
9.      Kemitraan dan kolaboratif
10.  Tumpang tindih kegiatan pembangunan dalam kawasan
Dari kesepuluh permasalahan yang terinventarisasi, terdapat beberapa isu strategis yang akan menjadi prioritas penanganan dalam 20 tahun kedepan yaitu pengembangan wisata, rehabilitasi lahan gambut yang rusak, kebakaran hutan, pengendalian species invansif, dan penyelesaian konflik peruntukan lahan.

F.      Visi dan Misi Pengelolaan
Dalam proses penyusunan RPJP TWA Baning 2011-2030,para pihak telah menetapkan visi dan misi yaitu:
VISI:
“Terwujudnya pelestarian ekosistem rawa gambut bagi pengembangan pariwisata alam di TWA Baning melalui pengelolaan multipihak”
MISI:
1.      Memantapkan penataan kawasan TWA Baning
2.   Meningkatkan kesadaran masyarakat kota Sintang tentang pentingnya TWA Baning dari nilai ekologis, edukasi, estetika dan ekonomi
3.      Mengembangkan kemitraan dengan para pihak
4.      Memantapkan kelembagaan pengelolaan TWA Baning
5. Meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati dan ekosistem rawa gambut untuk mengoptimalkan fungsi lindung dan wisata.
6.  Mengembangkan pemanfaatan wisata alam,ilmu pengetahuan, pendidikan dan budaya untuk mendukung pembangunan daerah Kabupaten Sintang dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

G.    Analisis Swot
Penyusunan RPJM TWA. Baning memerlukan pengkajian terhadap rencana yang memiliki nilai penting dengan menganalisa factor internal maupun eksternal (analisis swot). Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam (kekuatan dan kelemahan), sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar (peluang dan ancaman). Dengan mengunakan metode analisis SWOT, pendekatan yang dilakukan adalah dengan memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Oportunity) serta meminimalkan kelemahan (Weakness) dan menghindari ancaman.
Di TWA Baning, kekuatan yang dimiliki antara lain: memiliki status kawasan yang jelas, memiliki fungsi resapan air, aksesibilitas mudah dan lain-lain, sedangkan kelemahannya antara lain: sarana dan prasarana belum memadai, data potensi kawasan belum lengkap, pembangunan wisata belum terintegrasi baik dan lain-lain. Peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain: dukungan para pihak dan pangsa pasar domestic yang cukup menjanjikan, sedangkan ancamannya antara lain kebakaran hutan dan species invasive.

H.    Rencana Program dan Kegiatan
Rencana program dan kegiatan secara garis besar terdiri dari 6 (enam) program utama, Yaitu:
1)      Penataan Kawasan
2)      Peningkatan  kesadaran masyarakat
3)      Pengembangan kemitraan
4)      Pemantapan kelembagaan
5)      Perlindungan dan pengamanan kawasan
6)      Pengembangan pemanfaatan wisata alam, ilmu pengetahuan, pendidikan dan budaya.


Dalam penetapan kegiatan, maka RPJP ini dibagi menjadi 4 bagian Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (RPJM), yaitu 1)  RPJM I (2011-2015) yang menitikberatkan pada penetapan kawasan dan penyelesaian konflik peruntukan lahan, 2) RPJM II (2016-2020) yang menitikberatkan pada program pemantapan kelembagaan dan program perlindungan dan pengamanan kawasan serta peningkatan kemitraan, 3) RPJM III (2021-2025) yang menitikberatkan pada peningkatan kesadaran masyarakat, dan 4) RPJM IV (2026-2030) yang menitiberatkan pada pengembangan pemanfaatan wisata alam, ilmu pengetahuan pendidikan dan budaya. Pada akhirnya, rencana ini memerlukan komitmen semua pihak untuk mewujudkan visi yang ditetapkan.

Hutan semakin Berkurang, Orang utan Bernasib Malang

                                                           Pongo pygmaeus pygmaeus

Kalimantan Barat memiliki potensi keanekaragaman species yang tinggi baik flora maupun fauna. Keberadaan keanekaragaman species memang penting untuk menjadi perhatian kita bersama. Penurunan tingkat keanekaragaman species disuatu wilayah berarti penurunan kekayaan hayati yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Permasalahan utama dalam perlindungan keanekaragaman hayati adalah terbatasnya tenaga dan pendanaan. Dan untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Kehutanan dalam hal ini Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, menetapkan 14 species terancam punah yang dijadikan species prioritas utama untuk peningkatan populasi 3% pada tahun 2010-2014 melalui Keputusan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 132/ IV-KKH/2011 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2011. Penetapan species prioritas utama tersebut dipilih dengan beberapa criteria, seperti regulasi (status konservasi), ketersediaan strategi dan rencana aksi konservasi, kemungkinan/feasibility untuk berkembang, ketersediaan baseline data 2008 atau 2011, keterwakilan regional, serta komitmen atau dukungan dari internasional/stakeholder. Khusus untuk Kalimantan Barat species prioritas utama untuk peningkatan.

Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus)



Mungkin tidak asing lagi bagi kita, ketika berbicara mengenai Orangutan Kalimantan. Ya, primate yang memiliki nama ilmiah Pongo pygmaeus ini memang banyak dibicarakan oleh para pemerhati baik ditingkat nasional maupun internasional. Satu-satunya kera besar yang hidup di Asia ini memang menjadi sorotan dunia, karena lokasi habitatnya yang terbatas, yaitu hanya terdapat di pulau Kalimantan. Khusus untuk Pongo pygmaeus pygmaeus, ternyata tingkat keterancaman untuk punah paling tinggi dibandingkan dengan subspecies Orang utan Kalimantan lainnya yaitu pongo pygmaeus wurmbii dan pongo pygmaesu morio. Populasi subspecies Orangutan Pongo pygmaeus pygmaeus diperkirakan berjumlah antara 3,000 – 4,500 individu di bagian barat daya pulau Kalimantan, baik di Indonesia maupun di Negara bagian Sarawak, Malaysia. Di Indonesia populasi sub species Orangutan ini ditemukan di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS), sementara dinegara bagian Sarawak  ditemukan di Batang Ai National Park (BANP) dan Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary (LEWS).Menurut Wich, S.A (2008) jumlah populasi Orangutan sub species Pongo pygmaeus pygmaeus di TNBK diperkirakan antara 1,330 - 2,000 individu, sementara di TNDS jumlah populasinya diperkirakan antara 500 – 1,090 individu. Jumlah populasi di TNDS diperkirakan akan menurun karena sebagian besar hutan disekitar TNDS yang merupakan habitat Orangutan terancam dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit.
Pongo pygmaeus pygmaeus merupakan plagship species sehingga dengan kita lindungi habitatnya maka semua jenis flora dan fauna yang terdapat didalamnya dapat ikut terlindungi juga. Selain itu, Orangutan berperan penting dalam keseimbangan ekosistem. Beberapa peranan utama Orangutan dalam suatu ekosistem adalah :
Ø  Menjaga keseimbangan ekosistem dengan memencarkan biji-biji dari tumbuhan yang dikonsumsinya
Ø  Orangutan merupakan satwa arboreal yang berukuran besar, dan memiliki daerah jelajah luas, serta masa hidup yang panjang, sehingga berperan penting dalam pemencaran biji.
Ø  Ketidakhadiran Orangutan dihutan hujan tropis dapat mengakibatkan kepunahan suatu jenis tumbuhan yang penyebarannya tergantung oleh primata itu.
Berdasarkan data IUCN Red Data Book of Endangered Species (2008) status konservasi Orangutan Kalimantan adalah Endangered dan berdasarkan CITES, Orangutan Kalimantan dikelompokkan dalam Appendix I. Di Indonesia, status perlindungannya dilindungi dalam Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999.

Pada Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dan bagian-bagiannya yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati.

Banyak factor sebenarnya yang mengakibatkan semakin berkurangnya populasi Orangutan Kalimantan diantaranya yaitu :
-          Semakin banyak dan meluasnya peralihan fungsi hutan alam di Kalimantan yang dijadikan sebagai lahan konversi perkebunan kelapa sawit sehingga membuat habitat Orangutan semakin sempit.
-          Banyaknya penangkapan atau perburuan  illegal yang dilakukan oleh masyarakan baik untuk dipelihara maupun diperdagangkan.
-          Keterbatasan sumber makan karena semakin rusak dan musnahnya hutan Kalimantan mengakibatkan sebagian diantara populasi Orangutan Kalimantan mengalami kematian.
-          Kurangnya control dari pemerintah pusat ditambah lagi lemahnya daya dukung pemerintah Daerah dalam menjalankan program konservasi khususnya untuk habitat serta populasi Orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus pygmaeus.
Dari beberapa factor diatas yang terjadi saat ini di alam membuat nasib keberadaan populasi Orangutan dari tahun ketahun cenderung mengalami penurunan. Jika tidak ada perhatian khusus  kepada mereka, akankah anak cucu kita kelak dapat melihat atau menemukan species ini lagi di alam ?

Apa yang kita lakukan di masa sekarang, akan menentukan seperti apa masa yang akan datang.